Peran Media dalam Politik Indonesia: Pengawal Demokrasi atau Alat Propaganda?
Peran media dalam politik Indonesia memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Media memiliki kekuatan yang besar dalam membentuk opini publik dan memengaruhi arah kebijakan politik. Namun, pertanyaannya adalah, apakah media hanya sebagai pengawal demokrasi ataukah justru menjadi alat propaganda?
Menurut Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), media memiliki peran penting sebagai pengawal demokrasi. Menurut KPI, media harus berperan sebagai kontrol sosial terhadap kekuasaan politik, memberikan informasi yang akurat dan obyektif, serta menjadi ruang untuk berbagai pandangan dan pendapat yang beragam.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada juga pihak-pihak yang menggunakan media sebagai alat propaganda untuk kepentingan politik mereka. Hal ini disampaikan oleh Wawan Mas’udi, pakar komunikasi politik dari Universitas Padjajaran, yang mengatakan bahwa “media seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyebarkan narasi yang mendukung agenda politik mereka.”
Sebagai contoh, dalam pemilihan umum terakhir, kita sering melihat bagaimana media digunakan untuk menyerang lawan politik dengan narasi negatif dan tidak obyektif. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi opini publik dan pada akhirnya dapat memengaruhi hasil pemilihan.
Namun, tidak semua media berperan sebagai alat propaganda. Media-media independen seperti Kompas, Tempo, dan Tirto, masih tetap berusaha menjaga independensinya dan memberikan informasi yang akurat dan obyektif kepada masyarakat. Menurut Dewan Pers, media independen adalah “penjaga demokrasi yang kritis dan independen.”
Jadi, sebenarnya peran media dalam politik Indonesia bisa menjadi pengawal demokrasi jika media tersebut dapat menjalankan fungsi kontrol sosialnya dengan baik. Namun, jika media hanya digunakan sebagai alat propaganda untuk kepentingan politik tertentu, maka hal tersebut bisa merusak demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Sebagai masyarakat, kita juga harus bijak dalam menyikapi informasi yang diterima dari media. Kita harus mampu memilah-milah informasi yang benar dan tidak terjebak dalam narasi propaganda. Dengan demikian, kita dapat menjadi bagian dari pengawal demokrasi yang sejati.